Kamis, 19 Juli 2012

HADIST-HADIST KEMBAR KEUTAMAAN SAHABAT

HADIST-HADIST KEMBAR KEUTAMAAN SAHABAT

Berikut ini sebagian diantara sekian banyak penyelewengan yang dilakukan oleh Ahlus Sunnah dan disebut dalam kitab-kitab mereka tentang keutamaan sahabat yang merupakan hasil penjiplakan/plintiran/pemalsuan dari hadist-hadist keutamaan Imam Ali bin Abi Thalib as, Fatimah, Ahlul Bait, yang dinisbahkan kepada Abu Bakar, Umar, Usman, Aisyah, dan sahabat-sahabat yang lain:

1. Sekretaris Rasul dalam perjanjian Hudaibiyah
Imam Ahmad bin Hanbal dalam al-Manaqib, Ibnu Rahwaih dalam al-Musnad, dan Abdu al-Razaq dalam Mushannaf meriwayatkan dari Muammar, “Aku bertanya kepada Zuhri tentang orang yang menjadi sekretaris Rasul Saw dalam Perjanjian Hudaibiyah. Dia tertawa dan menjawab, “Dia adalah Ali. Tetapi, bila engkau bertanya kepada Bani Umayyah, mereka akan mengatakan bahwa Usmanlah orangnya.”[1]

2. Hadist al-Manzilah
Hadist al-Manzilah yang diriwayatkan secara mutawatir untuk Ali as dalam kitab-kitab Ahlus Sunnah (apalagi dalam kitab-kitab Syiah). Namun hadist ini mereka nisbahkan kepada Abu Bakar dan Umar.[2]

3. Peristiwa mubahalah
Tentang peristiwa mubahalah, mereka mengatakan bahwa Nabi Saw mengumpulkan Abu Bakar, Umar dan Ahlul Baitnya.[3]

4. Hadist kota dan pintu ilmu
Hadist kota dan pintu ilmu yang disepakati berhubungan dengan Ali as, tapi mereka meriwayatkannya dari Ismail bin Ali al-Mutsanna Astar Abadi dengan redaksi, “Aku adalah kota ilmu, Abu Bakar adalah pondasinya, Umar adalah temboknya, Usman adalah atapnya, dan Ali adalah pintunya.” Ketika ditanya tentang sanadnya, Ismail berjanji akan menye-butkannya. Tentang pribadi Ismail, dalam al-Ansab, as-Sam’ani berkomentar, “Dialah seorang pembohong anak pembohong.” An-Nakhbatsi berkata, “Dia gemar berdongeng dan berdusta.”[4] Dalam al-Fatawa, Ibnu Hajar berkata, “Hadist: Aku adalah kota ilmu dan Ali adalah pintunya diriwayatkan oleh sekelompok ahli hadist dan dianggap shahih oleh al-Hakim dan hasan oleh al-Ala’i dan Ibnu Hajar.”[5] Tentang hadist, “Aku adalah kota ilmu dan Abu Bakar adalah pondasinya…”, Ibnu Hajar berkata, “Hadist ini diriwayatkan oleh penulis Musnad al-Firdaus dan diikuti oleh anaknya secara marfu dari Ibnu Mas’ud. Ini adalah hadist yang lemah seperti hadist, “Aku adalah kota ilmu, Ali adalah pintunya, dan Muawiyah adalah lingkarannya.”[6]

5. Kisah penciptaan Rasulullah Saw dan Ali
Hadist tentang penciptaan Muhammad dan Ali dari satu tanah. Dalam kitab al-Futuh, Ibnu A’tsam, jilid I, hlm. 269, bab “Peristiwa Perang Shiffin” yang diriwayatkan dari Muawiyah. Ath-Thabrani meriwayatkannya dengan redaksi berikut, “Ali adalah bagian dari diriku dan aku adalah bagian dari dirinya. Dia diciptakan dari tanahku.”[7] Namun mereka meriwayatkan hadist ini berkenaan dengan Abu Bakar dan Umar.[8] Kelemahan dan kepalsuan hadist itu dinukil dari al-Hafadh.[9] Juga dikatakan bahwa Ibnu Jauzi mengkategorikan hadist ini sebagai palsu.

6. Orang shaleh dari kalangan mukminin
Penyelewengan ayat: Orang shaleh dari kalangan mukminin (ath-Tahrim: 4).[10] Bahkan mereka meriwayatkan bahwa yang dimaksud dalam ayat itu adalah Abu Bakar dan Umar sekaligus, dan dalam riwayat lain disebutkan bahwa dia adalah Umar.[11]

7. Ali dalam pandangan Allah Swt
Hadist riwayat dari Muaz, “Sesungguhnya Allah di langit tidak suka melihat Ali disalahkan di bumi.”[12] Diselewengkan dalam al-Firdaus bi Ma’tsur al-Khitab cetakan Dar al-Kitab al-Arabi, jilid I, hlm. 201, hadist ke 591 serta dinisbahkan kepada Abu Bakar. Ibnu Jauzi mengo-mentarinya sebagai hadist palsu.[13]

8. Ali dan Fatimah manusia yang paling dicintai oleh Rasulullah Saw
Hadist: “Manusia yang paling dicintai Rasul adalah Ali dan Fatimah”, yang diriwayatkan dari beberapa jalur, diselewengkan oleh mereka dengan meriwayatkan dari Amr bin Ash bahwa dia bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling anda cintai?” “Aisyah”. “Lalu, siapa dari kalangan lelaki?” “Abu Bakar.”[14]

9. Orang yang pertama keluar dari perut bumi
Hadist: “Orang yang pertama kali keluar dari perut bumi…” berkenaan dengan Ali. Rasul Saw bersabda, “Allah memberiku keutamaan bahwa aku dan engkau (wahai Ali) adalah manusia pertama yang keluar dari perut bumi di hari kiamat.”[15] Juga diriwayatkan sabda beliau, “Aku adalah orang pertama yang keluar dari perut bumi dan engkau (Ali) akan bersamaku.”[16] Al-Baghdadi meriwayatkannya dengan redaksi berikut, “Engkau (Ali) adalah orang pertama yang keluar dari perut bumi dihari kiamat.”[17] Abu Nu’aim menukilnya dengan redaksi berikut, “Ali adalah orang pertama yang membersihkan debu dari kepalanya dihari kiamat.”[18] Rasul Saw juga bersabda, “Wahai Ali, kuberitahu kepadamu bahwa engkau akan diberi pakaian ketika aku diberi pakaian, engkau akan dipanggil ketika aku dipanggil, dan akan dihidupkan ketika aku dihidupkan.”[19] Umar meriwayatkan, “Wahai Ali, tanganmu ada di tanganku, dan kita akan memasuki surga bersama-sama dihari kiamat.”[20] Al-Baghdadi meriwayatkan, “Ini (Ali) adalah orang pertama yang berjabat tangan denganku dihari kiamat.”[21] Namun, mereka meriwayatkannya berkenaan dengan Abu Bakar dan Umar.[22]

10. Ali dalam perang Khandaq
Hadist neraca timbangan dalam perang Khandaq yang masyhur berkaitan dengan Ali, namun diriwayatkan oleh mereka berkenaan dengan Abu Bakar dan Umar.[23]

11. Kebenaran bersama Ali dan Ali bersama kebenaran
Hadist: “Kebenaran bersama Ali dan ia bersama kebenaran” diriwayatkan bagi Umar dengan redaksi berikut, “Kebenaran setelahku bersama Umar dimana pun dia berada.”[24]

12. Sembilan per sepuluh ilmu dimiliki Ali
Hadist: “Ilmu ada sepuluh bagian dan sembilannya dimiliki Ali”, namun oleh mereka dinisbahkan kepada Umar. Ibnu Mas’ud berkata, “Menurutku, ketika Umar meninggal, sembilan per sepuluh ilmu ikut diangkat bersamanya.”[25]

13. Ali dan Fatimah berada satu derajat dengan Rasul dihari kiamat
Hadist bahwa Ali dan Fatimah berada satu derajat dengan Rasul Saw dihari kiamat,[26] diselewengkan oleh mereka dengan menisbahkannya kepada Abu Bakar.[27]

14. Ali Manusia terbaik setelah Rasulullah
Hadist yang diriwayatkan dari Abdullah bin Dawud al-Wasithi dari Abdurrahman bin Jabir dari Abu Bakar bahwa Umar berkata kepadanya, “Wahai manusia terbaik setelah Rasulullah.” Abu Bakar berkata, “Bila kau mengatakan itu, aku juga telah mendengar Rasulullah bersabda bahwa di muka bumi ini tidak ada orang yang lebih baik dari Umar.”[28] Padahal riwayat mutawatir menyatakan bahwa Ali as adalah manusia terbaik setelah Rasul Saw dan orang yang mengingkari kenyataan ini berarti telah kafir. Selain itu, Abdullah dianggap lemah oleh ulama rijal dan mereka juga meragukan Abdurrahman. Mengomentasi hadist di atas, adz-Dzahabi berkata, “Hadist ini mirip dengan hadist buatan.”[29]

15. Ali orang pertama yang masuk surga
Hadist yang diriwayatkan oleh Umar bahwa Ali adalah orang pertama yang masuk surga, “Wahai Ali, engkau bergandengan tangan denganku dan kita bersama-sama masuk surga.”[30] Namun, hadist ini dinisbahkan kepada Abu Bakar.[31]

16. Wasiat Rasulullah menjelang wafatnya (tragedi hari Kamis)
Hadist tinta dan pena yang berhubungan dengan masa menjelang wafatnya Rasulullah Saw, dikaitkan dengan Abu Bakar. Hadist menurut versi mereka adalah bahwa Rasul Saw bersabda, “Bawakan tinta dan pena kepadaku untuk aku menulis wasiat bagi Abu Bakar, sehingga umatku tidak akan bertikai sehubungan dengannya.”[32] Bila hadist ini benar adanya, mengapa Umar memprotes dan mengatakan bahwa Nabi Saw telah mengigau? Kecuali, bila kita katakan bahwa Umar menginginkan wasiat itu untuknya.

17. Ali berwudhu dengan wadah dari emas yang dibawa malaikat Jibril as
Hadist tentang Ali yang berwudhu dengan wadah terbuat dari emas yang dibawa Jibril,[33] dinisbahkan kepada Abu Bakar.[34] Dikatakan bahwa al-Hifadh menganggap hadist ini buatan.

18. Ali lebih dikenal di langit ketimbang di bumi
Hadist bahwa Ali lebih dikenal di langit ketimbang di bumi,[35] dinisbahkan kepada Abu Bakar.[36] Al-Hifadh menganggapnya sebagai hadist buatan.[37] Juga dikatakan bahwa al-Hifadh tidak menerima hadist ini.

19. Nama Ali bersanding dengan nama Muhammad
Hadist tentang keberadaan nama Ali bersama nama Muhammad di langit, juga dihubungkan kepada Abu Bakar dan Umar, bahkan Usman.[38] Al-Hifadh menganggapnya sebagai hadist palsu.[39] Sebagian perawinya dianggap lemah.[40] Juga dikatakan bahwa al-Hifadh tidak menerima hadist ini.

20. Iman yang dimiliki Ali melebihi iman seluruh dunia
Hadist bahwa iman Ali melebihi iman seluruh manusia, mereka kaitkan dengan Abu Bakar.[41] Dikatakan bahwa hadist ini tidak shahih.

21. Buah apel tempat bidadari keluar adalah milik Ali
Hadist bahwa apel yang bidadari surga keluar darinya adalah milik Ali,[42] dinisbahkan kepada Usman,[43] yang juga disebut sebagai hadist buatan,[44] dan dinukil dari Ibnu Jauzi bahwa dia menganggapnya sebagai hadist dha’if. Ibnu Hajar dalam al-Mizan berkomentar, “Ini hadist palsu.” Sementara Ibnu Hibban berkata, “Tidak diketahui asal-usulnya.”

22. Ali adalah wali (yang mewakili) Rasul Saw di dunia dan akhirat
Hadist: “Engkau adalah waliku di dunia dan akhirat” dikaitkan dengan Usman,[45] dan disebut sebagai hadist buatan.[46] Di catatan kakinya ditulis bahwa Ibnu Jauzi menukilnya dalam al-Maudhuat dan berkomentar bahwa hadist ini tidak jelas asalnya.[47] Dikatakan juga bahwa Ibnu Jauzi menganggapnya hadist palsu, dan Ibnu Hibban menyebutnya “dha’if”.

23. Allah Swt tidak mencela Ali dalam hal apa pun
Hadist bahwa Allah tidak mencela Ali dalam hal apa pun, namun mencela sahabat lain,[48] dinisbahkan kepada Abu Bakar.[49]

24. Ali yang membunuh Marhabah
Hadist bahwa Ali-lah yang membunuh Marhabah yang diriwayatkan oleh Muslim dan al-Hakim, dan mengatakan bahwa hadist mutawatir menyebutkan bahwa Ali adalah pembunuh Marhabah,[50] dinisbahkan kepada Muhammad bin Musallamah.[51]

25. Ali adalah orang yang membenarkan risalah Muhammad
Ayat: “Dan orang yang membawa kebenaran dan membenarkannya”, turun berkenaan dengan Ali,[52] tetapi dikaitkan kepada Abu Bakar[53] yang diriwayatkan oleh Musa bin Umair, padahal dia perawi yang lemah, seperti dikatakan adz-Dzahabi.[54]

26. Taman atau istana di surga adalah milik Ali
Hadist bahwa taman atau istana yang dilihat Nabi Saw di surga adalah milik Ali,[55] tapi mereka kaitkan dengan Umar.[56]

27. Ahlul Bait berada di kubah dari rubi di bawah Arsy’
Hadist bahwa Ahlul Bait as berada di kubah dari rubi di bawah Arsy,[57] dinisbahkan kepada Abu Bakar dari jalur Dzira’, si pendusta, seperti dikatakan oleh ad-Duruquthni. Ibnu Jauzi dan al-Khatib mengatakan hadist ini dha’if dan tidak diketahui asalnya.[58]

28. Ali mengenal suara Nabi Khidir as saat Rasul Saw wafat
Hadist bahwa Ali mengenal suara Khidir as ketika datang untuk berbela sungkawa saat Nabi Saw wafat, yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam al-Dalail, al-Ghazali dalam Ihya dari Ibnu Umar, Ibnu Abi Dunya dari Anas dan juga oleh al-Hakim,[59] dinisbahkan kepada Abu Bakar.

29. Hadist Mawaddah
Hadist Mawaddah yang masyhur berkenaan dengan Ali, Fatimah dan kedua putera mereka, dikaitkan kepada Abu Bakar dalam penafsiran ayat mawaddah.

30. Hadist Ahlul Bait pelindung umat
Hadist: “Ahlul Baitku adalah pelindung umatku”, al-Hakim meriwayatkan dari al-Munkadir dari ayahnya dari Nabi Saw, “… Kemudian Nabi Saw mengangkat kepalanya ke langit dan bersabda, “Bintang-bintang adalah pelindung penghuni langit. Bila bintang-bintang redup, maka langit akan hancur. Aku adalah pelindung para sahabatku. Bila aku mati, maka sahabatku akan ditimpa bencana. Ahlul Baitku adalah pelindung bagi umatku. Bila mereka tidak ada, maka bencana akan menimpa umatku.”[60] Hadist ini diselewengkan dengan redaksi: “…para sahabatku adalah pelindung umatku.”[61]

31. Bait-bait syair Fatimah
Bait-bait syair duka Fatimah yang masyhur itu, “Apa yang terjadi dengan orang yang mencium wangi tanah (kubur) Muhammad”, yang dinisbahkan kepada Aisyah[62]

32. Kezuhudan Ali dan ziarahnya
Diantaranya adalah kezuhudan Ali dan ziarahnya ke kuburan. Mufasir masyhur, Tsa’labi dan Ibnu Hibban meriwayatkan bahwa Ali as memasuki pemakaman dan berkata, “Salam atas kalian, wahai penghuni kubur, harta-harta kalian telah dibagikan…” lalu ada suara berbisik, “Waalaikum salam.”[63] Riwayat ini dinisbahkan kepada Umar.[64]

33. Detik-detik terakhir Nabi
Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ummul Mukminin Ummu Salamah dikatakan bahwa Rasul Saw menghembuskan nafas terakhirnya dengan bersandar di dada Ali. Namun mereka menyelewengkannya berdasarkan riwayat Aisyah bahwa Rasul wafat dalam pangkuan Aisyah.

34. Hasan dan Husain pemimpin pemuda surga
Hadist: Hasan dan Husain dua pemimpin pemuda surga, diselewengkan oleh mereka dengan menisbahkan kepada Abu Bakar sebagai pemimpin pria dewasa di surga.

Demikian hadist-hadist kembar keutamaan sahabat yang penulis kutip dari buku “500 Ayat Untuk Ali bin Abi Thalib”, penerbit Cahaya, Jakarta, cetakan pertama September 2006, hlm. 88-92, Saqifah karya O. Hashem, dan dari berbagai sumber.

Ada banyak lagi hadist-hadist kembar yang tidak bisa saya sebutkan karena terbatasnya waktu. Hadist-hadist buatan/jiplakan/palsu tersebut tentu sangat besar pengaruhnya dalam membentuk pola pikir serta akidah umat. Ini merupakan salah satu rahasia mengapa Syaikhain (Abu Bakar dan Umar) pada masa pemerintahannya mengambil kebijakan pelarangan periwayatan hadist, dan menghukum orang yang meriwayatkan hadist Rasul, bahkan mereka memusnahkan catatan-catatan hadist baik yang ada di tangan mereka, maupun di tangan para sahabat yang lain, kecuali catatan-catatan hadist yang berada di tangan Ali bin Abi Thalib, keluarga, dan Syiah setianya yang bisa terselamatkan.

H. Fuad Hashem[65] memberi gambaran menarik “...Khalîfah Abû Bakar, menurut sejarawan adz-Dzahabî, dilaporkan membakar kumpulan lima ratus hadist, hanya sehari setelah ia menyerahkannya kepada putrinya Âisyah. “Saya menulis menurut tanggapan saya,” kata Abû Bakar, “namun bisa jadi ada hal yang tidak persis dengan yang diutamakan Nabî.”[66]

Dengan adanya pelarangan dan pemusnahan catatan-catatan hadist tersebut, maka proyek pembuatan hadist-hadist palsu keutamaan sahabat, khususnya Abu Bakar dan Umar, sekaligus pemakzulan Ali bin Abi Thalib dapat berjalan dengan lancar. O. Hashem dalam buku Saqifah[67] menulis:

“Di masa pemerintahan Bani Umayyah selama 92 tahun[68], telah dibuat banyak sekali hadist palsu yang direncanakan untuk mengucilkan Alî dan membesarkan ketiga Khulafa’ ar-Rasyidin yang lain, atas kperintah Muâwiyah, raja pertama dalam sejarah Islam. Para gubernur diwajibkan untuk menghotbahkan hadist-hadist tersebut di seluruh masjid-masjid dari “ufuk Timur ke ufuk Barat.”

Dengan demikian, biar pun hadis ini jelas shahîh, karena rangkaian isnâdnya lengkap dan nama-nama penyalur dapat dipercaya, “penyakit” masih ada, yaitu yang bersumber dari kalangan sahabat sendiri atau tâbi’în sendiri. Khotbah-khotbah itu, begitu besar pengaruhnya sehingga pernah terjadi seorang bapak mengadu kepada penguasa karena istrinya telah menghinanya dengan menamakannya Alî.[69]

Hadist-hadist ini dapat disebut “hadist penguasa” karena diorganisir oleh pelaksana peme-rintahan demi mempertahankan kedudukannya dan bersumber dari para sahabat dan tâbi’în.

Untuk memahami timbulnya hadis-hadis palsu jenis ini, perlu kita memahami sifat-sifat jahiliah yang masih tersisa di zaman sahabat. Sifat-sifat jahiliah ini tidak hanya mengakibatkan pembunuhan, pemerkosaan, pelecehan terhadap jenazah dengan mengarak kepala-kepala jenazah di jalan-jalan, perampokan, perbudakan terhadap wanita-wanita, pendongkelan mata yang dilakukan terhadap Syî’ah Alî serta pelanggaran hak-hak azasi yang begitu dilindungi oleh Islam, tetapi juga pembuatan hadis palsu yang terencana.

Abû Ja’far Al-Iskâfî menceritakan: “Muâwiyah memerintahkan para sahabat dan tâbi’în untuk membuat riwayat yang memburuk-burukkan Alî bin Abî Thâlib, menyerangnya dan memakzulkannya, di antaranya Abû Hurairah, Amr bin Âsh, Mughîrah bin Syu’bah dan di antara tabi’in Urwah bin Zubair.”[70]

Tulisan ini tidak bermaksud mempengaruhi keyakinan anda, karena hidup ini adalah pilihan dan kita bebas memilih sesuai dengan daya nalar masing-masing. Tapi yang jelas, di Yaumil Akhir nanti kita semua akan dihisab untuk mempertanggung jawabkan semua pilihan dan perbuatan di dunia■ (A.S. Mujtaba)

[1] Fadhail as-Shahabah, Ahmad bin Hanbal, jilid II, hlm. 591, 1002, bab “Manaqib Ali”; al-Mathalib al-Aliyah, jilid IV, hlm. 234, 4346, bab “Hudaibiyah”; Mushannaf, Abdu al-Razaq, jilid V, hlm. 343 hadist ke 9722.
[2] Lisan al-Mizan, jilid IV, hlm. 252, “Biografi Ali bin Hasan” dengan redaksi “Kedudukan Abu Bakar bagiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa.” Ibnu Hajar menyebutnya sebagai hadist buatan.
[3] Kanz al-Ummal, jilid II, hlm. 379, hadist ke 4306 “Tafsir Surah al-Baqarah”.
[4] Fath al-Malik al-Ali, hlm. 155-156 dari Lisan al-Mizan, jilid I, hlm. 422, “Biografi Ismail bin Ali Abu Said.“
[5] Al-Fatawa al-Haditsah, hlm. 123, cetakan pertama Mesir, tahun 1353 H.
[6] Al-Fatawa al-Haditsah, hlm. 192, cetakan pertama Mesir tahun 1353 H.
[7] Al-Mu’jam al-Ausath, jilid VII, hlm. 50, hadist ke 6082.
[8] Kanz al-Ummal, jilid XI, hlm. 567 hadist ke 3283, bab “Keutamaan Sahabat”, tentang Abu Bakar; al-Fawaid al-Majmu’ah, hlm. 339, bab “Keutamaan Empat Khalifah”, hadist ke 28.
[9] Al-Laali al-Mashnu’ah, jilid I, hlm. 309, bab “Keutamaan Empat Khalifah”.
[10] Kanz al-Ummal, jilid II, hlm. 539, hadist ke 4675; Tafsir Ibnu Katsir, jilid IV, hlm. 441; al-Tarif wa al-A’lam, as-Suhaili, hlm. 133; Syawahid ath-Tanzil, jilid II, hlm. 341, hadist ke 981; Majma’ al-Zawaid, jilid IX, hlm. 194 cetakan Mesir tahun 1352 H; Buhyah al-Raid fi Tahqiq Majma’ al-Zawaid, jilid IX, hlm. 311, hadist ke 115143 bab “Manaqib”.
[11] Al-Mahasin wa al-Masawi, al-Baihaqi, jilid 38, bab “Keutamaan Umar”; Majma’ al-Zawaid, jilid IX, hlm. 52 cetakan Mesir tahun 1352 H; Bughyah al-Raid fi Tahqiq Majma’ al-Zawaid, jilid IX, hlm. 38, hadist ke 14339, bab “Manaqib”. Sebagian perawinya dianggap lemah.
[12] Dinukil oleh Ad-Dailami dalam al-Firdaus bi Ma’tsur al-Khitab, jilid I, hlm. 159, hadist ke 587 cetakan Dar al-Kutub al-Ilmiyah.
[13] Al-Laali al-Mashnu’ah, jilid I, hlm. 300, bab “Keutamaan Empat Khalifah.”
[14] Al-Mu’jam al-Kabir, jilid XXIII, hlm. 43, hadist ke 3190, “Biografi Aisyah”, bab “Aisyah Melihat Jibril”.
[15] Al-Tadwin fi Akhbar Qazwin, jilid II, hlm. 126, “Biografi Ibrahim bin Muhammad bin Abdullah bin Juhainah”.
[16] Jilid III, hlm. 419, “Biografi Ali bin Muhammad al-Bayari”.
[17] Tarikh Baghdad, jilid V, hlm. 100.
[18] Tarikh Isbahan, jilid I, hlm. 362.
[19] Fadhail as-Shahabah, Ahmad bin Hanbal, jilid II, hlm. 664, hadist ke 1131 “Keutamaan Ali”.
[20] Talkish al-Mutasyabih fi al-Rasm, al-Khatib, jilid I, hlm. 37 no. 27 pasal pertama.
[21] Tarikh Baghdad, jilid IX, hlm. 460.
[22] Al-Mu’jam al-Kabir, jilid XII, hlm. 235 “Biografi Ibnu Umar”.
[23] Al-Mu’jam al-Kabir, jilid X, hlm. 86 “Biografi Muaz bin Jabal”, bab “Riwayat Abu Idris Khulani dari Muaz”; Ilya Ulum ad-Din, jilid I, hlm. 52, bab kelima tentang “Adab Pelajar”; al-Mahasin wa al-Masawi, bab “Keutamaan Abu Bakar.”
[24] Al-Mu’jam al-Kabir, jilid VIII, hlm. 281 “Biografi Fadhl bin Abbas”, bab “Riwayat Atha’ dari Ibnu Abbas darinya.”
[25] Al-Mu’jam al-Kabir, jilid VIII, hlm. 9163, hadist ke 8810, “Biografi Ibnu Mas’ud”; al-Thabaqat al-Kubra, jilid II, hlm. 256, bab “Sahabat Rasul Saw Berfatwa di Madinah”.
[26] Kanz al-Ummal, jilid XIII, hlm. 639, hadist ke 37612, bab “Keutamaan Ahlul Bait”; Majma’ al-Zawaid, jilid IX, hlm. 169 cetakan Mesir tahun 1352 H; Bughyah al-Raid fi Tahqiq Majma’ al-Zawaid, jilid IX, hlm. 268-269, 271, 276 hadist ke 14991, 15003, 15002, bab “Manaqib”.
[27] Hilyah al-Auliya, jilid II, hlm. 33, “Biografi Abu Bakar”; Tharikh al-Khamis, jilid I, hlm. 327.
[28] Al-Mustadrak, al-Hakim, jilid III, hlm. 90, bab “Keutamaan Umar”; Majma’ al-Zawaid, jilid IX, hlm. 44 cetakan Mesir tahun 1352 H; Buhgyah al-Raid fi Tahqiq Majma’ al-Zawaid, jilid IX, hlm. 24, 40, hadist ke 14314, 14357, bab “Manaqib”. Sebagian perawinya dianggap lemah dan sebagian lainnya disebut pembohong.
[29] Talkish al-Mustadrak, jilid III, hlm. 90, bab “Keutamaan Umar”.
[30] Talkish al-Mutasyabih fi al-Rasm, al-Khatib, jilid I, hlm. 37 no. 27 pasal pertama.
[31] Lawami’ al-Anwar al-Bahiyah, jilid II, hlm. 316, bab “Keutamaan Abu Bakar”.
[32] Al-Tabyin fi Ansab al-Quraisyin, hlm. 273 – Abu Bakar.
[33] Manaqib Ibnu al-Maghazili, hlm. 79 cetakan Beirut, hlm. 94, hadist ke 139 cetakan Najaf.
[34] Al-Fawaid al-Majmu’ah, hlm. 331, bab “Keutamaan Empat Khalifah”, hadist ke 2 dan disebut sebagai hadist palsu; al-Laali al-Mashnu’ah, jilid I, hlm. 289 “Keutamaan Empat Khalifah.”
[35] Kanz al-Fawaid, hlm. 260.
[36] Al-Fawaid al-Majmu’ah, hlm. 332, bab “Keutamaan Empat Khalifah.”
[37] Al-Laali al-Mashnu’ah, jilid I, hlm. 294, bab “Keutamaan Empat Khalifah”.
[38] Al-Fawaid al-Majmu’ah, hlm. 333, 339, 342, bab “Keutamaan Empat Khalifah”, hadist ke 12, 27, 38.
[39] Majma’ al-Zawaid; jilid IX; hlm. 41 cetakan Mesir tahun 1352 H; Buhgyah al-Raid fi Tahqiq Majma’ al-Zawaid, jilid IX, hlm. 19, 48, hadist ke 14296, 14383, bab “Manaqib”.
[40] Al-Laali al-Mashnu’ah, jilid I, hlm. 296-297, 309, bab “Keutamaan Empat Khalifah.”
[41] Al-Fawaid al-Majmu’ah, hlm. 335, bab “Keutamaan Empat Khalifah”, hadist ke 18.
[42] Musnad Syam al-Akhbar, jilid I, hlm. 88, bab kelima dengan jalur dari Abdul Wahab.
[43] Al-Fawaid al-Majmu’ah, hlm. 340, bab “Keutamaan Empat Khalifah”, hadist ke 31.
[44] Al-Laali al-Mashnu’ah, jilid I, hlm. 312-314, bab “Keutamaan Empat Khalifah.”
[45] Al-Fawaid al-Majmu’ah, hlm. 341, bab “Keutamaan Empat Khalifah”, hadist ke 35.
[46] Al-Bayan wa al-Ta’rif fi Asbab Wurud al-Hadits, jilid III, hlm. 5, hadist ke 1171.
[47] Al-Laali al-Mashnu’ah, jilid I, hlm. 317, bab “Keutamaan Empat Khalifah.”
[48] Majma’ al-Zawaid, jilid IX, hlm. 112 cetakan Mesir tahun 1352 H; Bughyah al-Raid fi Tahqiq Majma’ al-Zawaid, jilid IX, hlm. 144, hadist ke 14660, bab “Manaqib dengan jalur dari Thabrani”; Fadhail as-Shahabah, Ahmad bin Hanbal, jilid II, hlm. 654, hadist ke 1114, bab “Keutamaan Ali.”
[49] Syarh al-Syamail al-Muhammadiyah, jilid II, hlm. 227, bab “Peristiwa-peristiwa Ketika Nabi Saw wafat”.
[50] Shahih Muslim, bab “Jihad dan Ekspedisi”, pasal “Perang Dzi Qirdah”, hadist ke 1807; al-Mustadrak, jilid III, hlm. 436, bab “Keutamaan Muhammad bin Musallamah”.
[51] Al-Mustadrak, jilid III, hlm. 436, bab “Keutamaan Muhammad bin Musallamah”; Musnad Abu Ya’la, jilid III, hlm. 385, hadist ke 1816.
[52] As-Syifa, jilid I, hlm. 33.
[53] Lawami’ al-Anwar al-Bahiyah, jilid II, hlm. 313, bab “Keutamaan Abu Bakar”.
[54] Talkish al-Mustadrak, jilid III, hlm. 70, bab “Mengenal Sahabat” – Abu Bakar.
[55] Al-Mushannaf, Ibnu Abi Syaibah, jilid VI, hlm. 374, hadist ke 32102, bab “Keutamaan Ali”; Musnad al-Bazar, jilid II, hlm. 293, hadist ke 716, pada catatan kakinya disebutkan bahwa al-Hakim dan adz-Dzahabi menyebutnya sebagai hadist shahih; Majma’ al-Zawaid, jilid IX, hlm. 118 cetakan Mesir tahun 1352 H; Bughyah al-Raid fi Tahqiq Majma’ al-Zawaid, jilid IX, hlm. 155, hadist ke 14690, bab “Manaqib”; Fadhail as-Shahabah, Ahmad bin Hanbal, jilid I, hlm. 651, hadist ke 1109, bab “Keutamaan Ali”; Musnad Abu Ya’la, jilid I, hlm. 427, hadist ke 565, bab “Musnad Ali”, dalam catatan kakinya disebutkan bahwa semua perawi hadist ini terpercaya, kecuali Fadhal Qaisi, meski Ibnu Hibban menganggapnya perawi terpercaya. Al-Hakim dan adz-Dzahabi menganggapnya hadist shahih, hlm. 139, bab “Makrifat Keutamaan Ali”; al-Maqshad al-Ali, jilid III, hlm. 180, hadist ke 3121; al-Mathalib al-Aliyah, jilid IV, hlm. 60; Tarikh Baghdad, jilid XII, hlm. 394.
[56] Tarikh Baghdad, jilid IX, hlm. 50, “Biografi Ibnu Maghazili”, no. 855.
[57] Al-Firdaus, jilid IV, hlm. 162, hadist ke 4284; al-Laali al-Mashnu’ah, jilid I, hlm. 392.
[58] Afat Ashab al-Hadits, Abu Faraj bin Jauzi, hlm. 125, bab keenam; al-Laali al-Mashnu’ah, jilid I, hlm. 292, bab “Keutamaan Empat Khalifah”.
[59] Lihat: Masyariq al-Anwar, Hamzawi, hlm. 77 pasal pertama, bab Pertama-Penutup; al-Dzakhair al-Muhammadiyah, hlm. 394 dari al-Baihaqi, Risalah al-Zahr al-Nadhir, hlm. 216; Ansab al-Asyraf, jilid I, hlm. 564, hadist ke 1145 cetakan Mesir, hlm. 2/239; al-Mahmudi, al-Ishbah, jilid I, hlm. 442; al-Mawahib al-Laduniyah, jilid III, hlm. 387; al-Mathalib al-Aliyah, jilid IV, hlm. 259; Qishash al-Anbiya, hlm. 43.
[60] Mustadrak as-Shahihain, jilid III, hlm. 457, bab “Keutamaan Munkadir”; Nawadir al-Ushul, jilid III, hlm. 66 pokok ke 222.
[61] Musnad Ahmad, jilid IV, hlm. 399 cetakan Mesir, hlm. 5/543, hadist ke 19072 cetakan Beirut.
[62] Lihat: Syarh al-Syamail al-Muhammadiyah, jilid II, hlm. 231, bab “Peristiwa Diwaktu Nabi Wafat”.
[63] Tafsir Tsa’labi, jilid I, hlm. 258, ayat ke 109 surah al-Baqarah; al-Tsuqat, Ibnu Hibban, jilid IX, hlm. 235.
[64] Kanz al-Ummal, jilid XV, hlm. 751, hadist ke 42977.
[65] H. Fuad Hashem, Sîrah Muhammad Rasûlullâh, Penerbit Mizan, 1989, Bandung, hlm. 24-26.
[66] Saqifah Awal Perselisihan Umat, O. Hashem, penerbit YAPI, hlm. 5-6.
[67] Saqifah Awal Perselisihan Umat, O. Hashem, penerbit YAPI, hlm. 79-81.
[68] Kecuali di zaman pemerintahan Umar bin Abdul Azîz yang 2 ½ tahun.
[69] Dengan demikian dapatlah dibayangkan bahwa hukum fiqih yang berkembang di lembaga-lembaga pemerintahan dan masyarakat didominasi oleh keputusan-keputusan hukum Umar, Abû Bakar dan Utsmân. Dan sama sekali tidak memberi tempat kepada pikiran-pikiran Alî. Buah pikiran Alî hanya berkembang dan diikuti oleh keluarga dan pengikut-pengikutnya. Sebagai ilustrasi dapat diikuti dialog antara gubernur Hajjâj bin Yusuf dan kadinya. Hajjâj bertanya kepada as-Sya’bî tentang warisan seorang (yang tidak punya anak) kepada ibu, saudara perempuan dan kakeknya. Hajjâj: “Bagaimana pendapat Amîru’l-mu’minîn Utsmân?” as-Sya’bî: “Tiap orang 1/3 bagian!.” Hajjâj: “Bagaimana pendapat Alî?” as-Sya’bî: “Saudara perempuan 3/6, 2/6 untuk ibu dan 1/6 bagian untuk kakek!” Hajjâj memegang-megang hidungnya. “Yang pasti, kita tidak boleh mengikuti putusan Alî.” Ia lalu menyuruh hakim memutuskan sesuai dengan pendapat Utsmân. Untuk mengetahui perbedaan-perbedaan ini, bacalah al-Imâm Abdul Husain Syarafuddîn al-Mûsâwî, “Nash wa’l-Ijtihâd.”
[70] Ibnu Abîl-Hadîd, Syarh Nahju’l-Balâghah, jilid 4, hlm. 63.

3 komentar: